Center for Reproductive Health

Indonesia

PELAYANAN KONTRASEPSI DALAM SISTEM PELAYANAN DI ERA BPJS

Laporan Penelitian Bagian I

Pelayanan Kontrasepsi dalam Sistem Pelayanan Kesehatan di Era BPJS:
Cost-Utilization

Siswanto Agus Wilopo
Althaf Setiawan
Firdaus Hafidz
Pusat Kesehatan Reproduksi
Fakultas Kedokteran UGM

Setahun sebelum penelitian ini dilakukan, saya mendengar pidato salah satu pejabat Negara bahwa pelayanan KB di dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) perlu mendapat perhatian khusus karena kebutuhan untuk membeli kondom saja mencapai 11 trilun. Meskipun barangkali ucapan dalam acara Seminar Nasional tentang Kebijakan Kesehatan di Surabaya tersebut sambil bergurau, saya menanggapinya dengan serius. Pelayanan kontrasepsi sebagai bagian pokok dari program Keluarga Berencana Nasional ternyata tidak menjadi isu penting dalam pelaksanaan JKN di Indonesia. Saya menangkap bahwa masalah KB tidak menjadi isu serius seperti halnya dalam program ‘Obama Care’ di Amerika Serikat.

Oleh karena itu, saya sebagi Ketua Perhimpunan Dokter Kesehatan Komunitas dan Kedokteran Komunitas (PDK3MI) dan Ketua Pusat Kajian Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada memprakarsai untuk melakukan diskusi tertutup dengan para pemangku kepentingan dalam Program KB dan JKN dengan agenda membahas tentang ‘pelayanan kontrasepsi dalam sistim pelayanan kesehatan di era BPJS’. Pertemuan tersebut dihadiri oleh Bapak Prof. Ali Ghufron Mukti, sebagai wakil Menteri Kesehatan, Deputi KB-KR BKKBN dan jajarannya, Perwakilan PT Askes Pusat, PT Jamsostek, Ketua IDI, AFP the Johns Hopkins University, POGI, para Guru Besar UGM dan pengurus pusat PDK3MI. Pertemuan ini sebagian pendanaannya dibantu oleh ‘Project on Advance Family Planning’ dari the Johns Hopkins University, Baltimore, USA.

Dalam pertemuan tersebut tersirat bahwa program KB tidak memperoleh perhatian sama sekali, karena sebelumnya PT Askes tidak menanggung pelayanan KB, kecuali pelayanan kontrasepsi mantap yang telah disepakati dalam panduan tertulis antara Direktur PT ASKES, Dirjen Yanmedik dan Deputi KB-KR yang kebetulan saya sebagai pejabatnya pada waktu itu. Selama persiapan JKN sebelum pertemuan tersebut, BKKBN secara resmi tidak pernah/jarang sekali diundang dalam proses pembahasan tentang pelaksanaan JKN. Padahal, dalam UU nomer 40 tahun 2004 tentang BPJS ditegaskan bahwa pelayanan KB adalah salah satu benefit dalam asuransi nasional.

Sejak pertemuan tersebut, Pusat Kesehatan Reproduksi dan pengurus Pusat PDK3MI bersama BKKBN melakukan serangkain pertemuan konsultasi dengan para pemangku kepentingan dalam program KB untuk membahas ‘pelayanan kontrasepsi dalam pelayanan kesehatan di era BPJS’. Selain membahas arah kebijakan, kami secara khusus merancang penelitian tentang pembiayaan pelayanan KB dan ‘cost-effectiveness’ dari program KB untuk BPJS Kesehatan dan Pembangunan secara nasional.

Lebih Lanjut …

PELAYANAN KONTRASEPSI DALAM SISTEM PELAYANAN DI ERA BPJS Read More »

UJI KLINIS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS, KEAMANAN DAN PENERIMAAN KONTRASEPSI YANG MENGANDUNG LYNESTRENOL (NEXTON® DAN EXLUTON®) UNTUK WANITA MENYUSUI DI INDONESIA

UJI KLINIS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS, KEAMANAN DAN PENERIMAAN KONTRASEPSI YANG MENGANDUNG LYNESTRENOL (NEXTON® DAN
EXLUTON®) UNTUK WANITA MENYUSUI DI INDONESIA

KERJASAMA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

DENGAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA
BKKBN

YOGYAKARTA
2017

Latar Belakang

Di Indonesia, pola menyusui secara ekslusif sangat rendah selama beberapa tahun terakhir ini(1). Ditengarai bahwa perubahan pola menyusui berdampak pada lamanya amenorrhea selama laktasi sehingga kembalinya ovulasi pasca melahirkan diduga semakin cepat(2). Di sisi lain, penggunaan kontrasepsi pasca persalinan masih relatif rendah karena kesadaran dan pilihan teknologi kontrasepsi pasca melahirkan belum disosialisasikan dengan baik. Setiap tahun lebih dari 4 juta wanita melahirkan anak(3), akan tetapi hanya sekitar 14 persen dari mereka menggunakan kontrasepsi dalam kurun waktu 6 bulan pasca melahirkan(1, 4). Padahal, mereka yang memberikan air susu ibu (ASI) secara eksklusif tidak lebih dari 40 persen sehingga laktasi amenorrhea tidak dapat lagi diandalkan sebagai cara kontrasepsi alamiah yang aman(5). Dengan kata lain, banyak diantara mereka yang masih menyusui akan mengalami ovulasi tanpa ada perlindungan dari kontrasepsi modern.

Hambatan penggunaan kontrasepsi terutama adalah kurang tersedianya berbagai jenis pilihan kontrasepsi pada waktu menyusui, terutama dalam bentuk sediaan pil(4). Hal ini karena selama menyusui, beberapa wanita di Indonesia memilih kontrasepsi pil hormonal untuk mengatur kehamilan berikutnya. Sementara itu, pilihan pil hormonal dalam program KB nasional tidak banyak variasinya. Masalahnya ialah karena keterbatasan pada penyediaan dan pendanaan terhadap kebutuhan kontrasepsi pil untuk wanita yang sedang menyusui, sehingga pil KB untuk wanita menyusui tidak disediakan dalam program KB nasional paska krisis ekonomi.

Lebih Lanjut …

UJI KLINIS PERBANDINGAN EFEKTIFITAS, KEAMANAN DAN PENERIMAAN KONTRASEPSI YANG MENGANDUNG LYNESTRENOL (NEXTON® DAN EXLUTON®) UNTUK WANITA MENYUSUI DI INDONESIA Read More »

Annotated Bibliography: Selected Researches on Family Planning in Indonesia 2005-2015

Annotated Bibliography
Selected Researches on Family Planning
in Indonesia 2005-2015

International Conference on Family Planning,
Nusa Dua, Bali, 25-28 January 2016

National Population and Family Planning Board (BKKBN) of Indonesia, Center for
Reproductive Health-Faculty of Medicine UGM, UNFPA and USAID

Indonesia is well known for the success story in promoting and implementing family
planning program nationally since 1970s. Prior to the introduction of the family planning programme in the 1970s, the total fertility rate (TFR) is 5.6. Over the subsequent period, the adoption of contraception along with changes in people’s perceptions regarding the ideal number of children and ideal age for marriage caused a dramatic decline in fertility levels. During this period, the TFR declined from 5.6 in 1968 down to 2.6 births per woman in 2012, or a drop of around 50%, while the contraceptive prevalence increased from miniscule to 61.9 percent. As the family planning programme expands various studies, best practices and literatures are developed by various institutions including government institutions, research institutions, academicians, development partners and individual researchers.

The main objective of compilation and development of this annotated bibliography of
family planning is to document the recent studies and best practices in Indonesia during the period of ten years, from 2005 to 2015. The majority of the studies and best practices are those accepted for oral or poster presentations at the International Conference on Family Planning, Nusa Dua, Bali, 25-28 January 2016. All of these studies and best practices are compiled into one cohesive annotated bibliography. It is expected that this document serve as a reference for researchers and programme managers from various sectors within the Government of Indonesia, as well as international community.

This Selected Researches on Family Planning in Indonesia 2005-2015: an Annotated
Bibliography is produced by the National Population and Family Planning Board (BKKBN) of Indonesia in collaboration with National Sub-Committee of Scientific of the International Conference on Family Planning 2016, UNFPA and USAID. The papers contain useful information that will enrich the understanding of the family planning trends and issues in Indonesia. However, I would like to note that the opinions, findings and recommendations contained within the studies are solely the views of each individual researcher/writer, and may not necessarily reflect the views or policies of BKKBN, UNFPA and USAID.

I extend the appreciation and unbounded thanks to UNFPA Indonesia and USAID for
their support. Similarly to the team of writers and all parties for their assistance in
preparing this publication. May this publication motivate our courage and efforts to
develop the better program in the future for Indonesia, as well as colleagues from various countries and development partners to get more useful information.

Head of National Population and Family Planning Board,
Dr. Surya Chandra Surapaty, MPH, Ph.D

Read More…

Annotated Bibliography: Selected Researches on Family Planning in Indonesia 2005-2015 Read More »

Kompetensi Inti untuk Kedokteran Bencana dan Kesehatan Masyarakat: Proposal untuk revisi Standard Kompetensi Dokter Indonesia tahun 2017

Oleh : Siswanto Agus Wilopo
Profesor di Departemen Biostatistik, Epidemiologi, dan Kesehatan Populasi,

Ketua Pusat Kajian Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada
dan
Adjunct Professor University College Dublin, Irlandia – Koordinator Asian Network in Humanitarian Action (NOHA)
Universitas Gadjah Mada

Makalah ini disampaikan dalam Pekan Ilmiah Tahunan & Rakernas 2017- PDK3MI di Banda Aceh tanggal 22 September 2017
Upaya penanggulangan bencana memerlukan banyak sumber daya manusia (SDM) dari berbagai sektor profesional, termasuk dokter. Bencana alam dan bencana karena ulah manusia, termasuk serangan terorisme, dapat terjadi dan memerlukan tenaga dokter, meskipun sebagian besar dokter belum pernah mendapatkan pelatihan secara formal dalam bidang ini. Tidak menutup kemungkinan bahwa dokter akan diminta untuk memimpin upaya pertolongan pertama di daerah mereka bekerja sampai dengan bantuan lainnya berdatangan. Tanpa pengalaman dan pelatihan, tidak mungkin seorang dokter dapat melaksanakan tugas ini dengan baik. Kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan pasca bencana secara efektif memerlukan tindakan terpadu dan terencana serta didukung SDM berpengalaman yang dapat menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilannya pada situasi kritis dan darurat. Terlepas dari latar belakang profesi mereka, pendidikan bagi SDM yang bertugas pada situasi bencana harus didasari pengalaman untuk menangani situasi dalam krisis, kesesuaian dengan profesi yang dimiliki, dan kompetensi lintas bidang keilmuan. Meskipun demikian, dokter yang berhadapan dengan situasi krisis akibat bencana sering kali kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan untuk bekerja secara efektif pada kondisi bencana yang penuh tekanan. Daftar kompetensi berikut telah disarikan dari berbagai kurikulum kedokteran tentang bencana dan kesehatan masyarakat dari berbagai negara. Kompetensi-kompetensi berikut perlu didukung oleh perhimpunan dokter kesehatan masyarakat dan direkomendasikan untuk revisi Standar Kompetensi Dokter Indonesia tahun 2017. Hasilnya dapat menjadi langkah awal untuk memberikan gambaran jenjang kompetensi yang diharapkan dari seorang profesional kesehatan dalam bidang kedokteran tentang bencana dan kesehatan masyarakat.
Lebih Lanjut, buka di sini!

Kompetensi Inti untuk Kedokteran Bencana dan Kesehatan Masyarakat: Proposal untuk revisi Standard Kompetensi Dokter Indonesia tahun 2017 Read More »

Profil Kependudukan dan Pembangunan di Indonesia Tahun 2013

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 tentang ‘Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga’ mengamanatkan bahwa penduduk harus menjadi titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Pembangunan berkelanjutan adalah
pembangunan terencana di segala bidang untuk menciptakan perbandingan ideal antara perkembangan kependudukan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa harus mengurangi kemampuan dan kebutuhan generasi mendatang, sehingga menunjang kehidupan bangsa.
Undang-undang no. 52 tahun 2009 memberi tanggungjawab pengendalian penduduk di Indonesia kepada BKKBN, yang dirubah namanya menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Pada tahun 2012, BKKBN menetapkan visi “Penduduk Tumbuh Seimbang Tahun 2015”. Visi tersebut mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025. Kondisi penduduk tumbuh seimbang ditandai dengan angka fertilitas total (TFR) sebesar 2,1 anak per wanita atau angka reproduksi neto (NRR) sebesar 1. Misi dari BKKBN adalah mewujudkan pembangunan berwawasan kependudukan dan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera. Visi dan misi tersebut akan diwujudkan melalui pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian, pengarahan mobilitas penduduk, serta pengembangan kualitas penduduk pada seluruh dimensinya. Upaya ini merupakan bagian dari upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Dalam UU No. 52 Tahun 2009 diatur pula kewenangan dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota untuk mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang dan keluarga berkualitas.
Sejalan dengan paradigma pembangunan berkelanjutan, perencanaan pembangunan harus disusun berdasarkan data dan informasi kependudukan. Perencanaan pembangunan berbasis data kependudukan merupakan strategi yang penting dalam rangka meningkatkan relevansi, efektivitas serta efisiensi kebijakan dan program pembangunan di Indonesia.
Penggunaan data yang akurat dalam proses perencanaan telah diatur dalam peraturan perundangan. Pada Pasal 31 UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional diatur bahwa “Perencanaan pembangunan didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan”. Ketentuan tersebut ditekankan kembali pada Pasal 152 UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah yang menyebutkan “Perencanaan pembangunanan daerah didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Secara rinci, pada Pasal 49 UU No. 52/2009 diatur bahwa: 1) “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan data dan informasi mengenai kependudukan dan keluarga”; 2) Upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui sensus, survei, dan pendataan keluarga; dan 3) Data dan informasi kependudukan dan keluarga wajib digunakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sebagai dasar penetapan kebijakan, penyelenggaraan, dan pembangunan.
Read More …

Profil Kependudukan dan Pembangunan di Indonesia Tahun 2013 Read More »

Fact sheet of Indonesia Track20

From its inception, FP2020 has been committed to leading a transformation in the global monitoring of family planning (FP). FP2020’s measurement agenda requires a standardized approach to monitoring and evaluation that produces internationally comparable estimates on an annual basis across the 69 FP2020 focus countries. FP2020’s 17 Core Indicator estimates are produced by Track20, a project of Avenir Health, in collaboration with a network of country FP measurement specialists. Track20 trains country M&E specialists to use the FP2020 Core Indicators in alignment with country FP strategies, and supports annual country consensus workshops where government ministries of health and diverse stakeholders conduct reviews of FP data. The University of Gadjah Mada is Avenir Health’s implementing partners in Indonesia.
Read More …

Fact sheet of Indonesia Track20 Read More »

Tingkat, Tren dan Faktor Penentu dari Informed Choice dalam Keluarga Berencana di Indonesia

Informed choice adalah suatu bagian penting dari pelayanan keluarga berencana. Informed choice mengacu pada apakah wanita diberikan informasi yang cukup ketika memilih metode keluarga berencana. Informasi spesifik ini menjadi salah satu indikator global komitmen FP2020 terhadap keluarga berencana dan dikenal sebagai Method Information Index (MII). Implementasi Informed choice akan membantu pemerintah memastikan bahwa pelayanan keluarga berencana disediakan dengan kualitas yang bagus dan dengan prinsip berdasar hak. Memaksimalkan informed choice diharapkan dapat membantu mengurangi tingkat putus pakai, unmet need dan method mix nasional yang tidak seimbang.
Latar Belakang
Keluarga Berencana (KB) memungkinkan semua orang untuk memutuskan pilihan mereka dalam kehidupan seksual dan reproduksi. KB juga mempresentasikan kesempatan wanita dan anak-anak untuk mendapatkan pendidikan tinggi dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial. Hal ini membuat keputusan yang berhubungan dengan keluarga berencana menjadi sangat penting dan harus berdasarkan informasi yang akurat dari tipe dan informed choice. Penyedia pelayanan kesehatan dan pemerintah bertanggung jawab untuk menyediakan fasilitas yang akan membantu semua orang dalam memilih kehidupan reproduksi mereka melalui KB.
Read More …

Tingkat, Tren dan Faktor Penentu dari Informed Choice dalam Keluarga Berencana di Indonesia Read More »

Putting the results of the 2015 PMA 2020 survey in Indonesia into context

By: Anggriyani Pinandari , Siswanto Wilopo, Robert Magnani, and Amirah Wahdi
Indonesia participation in global family planning commitments was launched in the London Summit 2012. The main target is providing family planning method for 120 million women of reproductive age in the world and reaching other 17 related indicators by year 2020. To ensure Indonesia’s contribution for the target, government established 8 family planning indicator targets through National Medium-Term Development Plan (RPJMN) 2015-2019. Indonesia also commits to maintain investment for FP programs financing, including reallocating resources to the most densely populated provinces and districts where the TFR is still high and located mostly in rural areas and smaller islands. The country will broaden access and choice by strengthening public and private clinic services and provision of long-acting and secure contraceptive methods, including post-partum FP program.
Indonesia is experiencing a second demographic transition which characterized by increased number of productive and reproductive age. This coming era is marked by the change of sexual and reproductive pattern, such as increasing on premarital sexual intercourse and unwanted pregnancy. This is a challenge for family planning program to guarantee controlled growth of the population and fulfillment of contraception needs. In RPJMN 2015-2019 government is targeting TFR to drop to 2.28 (see Table 1). For which we need to increase the number of contraception users especially for modern method.
Indonesia have annual data collection to tracking the progress of RPJM indicators, but none for FP2020. In 2015, PMA2020 was conducted for the first time to full fill that need and provide trajectory of each indicators toward 2020. This analysis aim to present the current progress and profile of Indonesia family planning indicators by putting the result of first round of PMA2020 2015 and others existing data.
Read More …

Putting the results of the 2015 PMA 2020 survey in Indonesia into context Read More »

Risk Factors of Elevated Blood Pressure In Purworejo, Central Java Province, Indonesia: Preliminary Study

Author: Nawi Ng
Abstract :
Background:
Cardiovascular diseases (CVDs) have become the main cause of death in both developed and developing countries. The incidence of cardiovascular disease in developed countries has declined recently, partly because of improved knowledge on risk factors of CVDs which direct to preventive measure. On te other hand, developing countries still suffer from the double burden of both communicable and non-communicable diseases, especially cardiovascular disease. Many life-style related risk factors, such as hypertension, obesity, smoking, hypercholesterolemia, and lack of activity have been reported to increase the morbidity and mortality of cardiovascular disease. However, epidemiological study on these risk factors is rarely done Indonesia despite its important contribution.
Aim: To get general picture of CVDs risk factors in Purworejo District, Central Java Province, Indonesia.
Subject and Method: Data was taken from a ongoing surveillance in CHN-RL (Community Health and Nutrition Research Laboratory) research area in Purworejo district 2000 out of 31000 individuals over 35 years old were chosen. Sample was drawn randomly based on computer generated random numbers. Demographic data and data on smoking were collected using questionnaires. Blood pressure and anthropometric measurements such as body weight, body height, waist circumference, and hip circumference were performed by trained surveyor. Blood pressure above 140/90 mgHg were categorised as elevated blood pressure.
Result and Discussion: A higher proportion of elevation blood pressure was noted in women (38.5) compared to men (32.1%). Female tended to have higher blood pressure measurements. Overweight and obesity (body mass index (BMI) >= 25) was more common among women. Correlated with WHR (r=0.44, p<0.000). Smoking was common practice in men (54%) and only one hundredth in women. Smokers have lower systolic blood pressure compared to non-smoker, and heavy smoker groups had lower blood pressure reading. Obesity indices were weakly correlated (r=25 (OR=2.66, CI=1.22-5.77) and obesity based on waist circumference (OR=3.22, CI=2.22-4.69) increased the risk of elevated blood pressure. Elderly has 5.83 times (CI=4.41-7.70) risk of elevated blood pressure compared to 35-44 years old individuals.
Conclusion: Elevated blood pressure and obesity prevalence was high in research area. Females are more inclined to elevated blood pressure and obesity, but the smoking habit favours the women. The risk of elevated blood pressure increases with BMI and obesity indices. However, smoking does not appear to increase the risk of elevated blood pressure. Waist circumference can be used along with BMI and it can provide information about central obesity, which is more related to the risk of disease.

Risk Factors of Elevated Blood Pressure In Purworejo, Central Java Province, Indonesia: Preliminary Study Read More »

Nutritional And Reproductive Health In Central Java, Indonesia An Epidemiological Approach

Author: Detty Siti Nurdiati
Abstract :
Background: Indonesian maternal mortality rate is still high. Poor nutritional status of women is considered one of the major factors which contribute to the existing high rates of maternal mortality. However, the nutritional issues of women themselves are rarely investigated.
OBJECTIVES: To estimate and characterise the nutritional status in non-pregnant women as reflected by anthropometry and to explore the possible associations between reproductive, demographic and socio-economic factors and nutritional status.
METHODS: A cross-sectional study was carried out to estimate nutritional status among non-pregnant women of reproductive age in the Community Health and Nutrition Research Laboratory (CHN-RL) surveillance area, in the Purworejo district, Central Java, Indonesia. A sample of approximately 13.000 households was selected using the probability proportional to estimated size. The data on socio-economic, demographic and reproductive factors were taken from surveillance data collected in August – October 1995. The collection of anthropometric data including weight, height, mid-upper arm circumference (MUAC) and triceps skinfold thickness on non-pregnant women took place between January – March 1996. The quality of data collection was monitored by a checking system.
RESULTS: Married women defined as being at risk of becoming pregnant were available for this study (n=8442) and 69.7% of these eligible women were included in the analyses (n=5817). The mean weight of the women in the study sample was 47.8 7.9 kg, mean height was 149.1 5.1 cm, mean MUAC was 25.8 2.9 cm, mean triceps skinfold thickness was 15.0 6.3 mm and mean body mass index (BMI) was 21.2 3.1. The BMI of the study sample was compared with the classification for chronic energy deficiency (CED) and obesity among adults (James et al., 1988; WHO, 1995). The total prevalence of CED was 17.0%. Further, CED grades III, II, I, normal, Obese I and Obese II were found among 1.2, 3.0, 12.8, 71.7, 10.0 and 1.4% of the women, respectively. Multivariate regression models that controlled for possible associated factors showed that occcupation was a significant factor which influenced the nutritional status of the women. The women working with agriculture or domestically were 40-48% more likely to be CED. Women with better economic status, as shown by the availability of drinking water, television and refrigerator ownership had better nutritional status. We found that status of using contraceptive methods was related to nutritional status. In multivariate analyses parity and family size were not significantly related with CED. However in univariate analyses these factors were significant; it could be that those are related to the background factors.
CONCLUSION: The results of this study suggest that 17% of non-pregnant women of reproductive age had CED, that 71.7% were normal and that 11.4% were obese. The major reasons for malnutrition, i.e., limited resources and poor socio-economic status of the population, need to be addressed to improve nutritional status of girls and women prior to and subsequent to pregnancy. Continuing research in the area of preconception nutrition is needed to ensure better health status and pregnancy outcomes. A more detailed understanding of the socio-economic determinants of malnutrition among women could help improve interventions.

Nutritional And Reproductive Health In Central Java, Indonesia An Epidemiological Approach Read More »