Center for Reproductive Health

adhi.akto

GEAS BASELINE 2019

Sexual Intercourse Among Early Adolescents in Semarang, Central Java, Indonesia: Survey Using RDS

GEAS BASELINE 2019

Generasi muda sekarang hidup di lingkungan yang menghadapi transformasi sosial yang secara cepat berubah karena globalisasi, urbanisasi, dan akses pada komunikasi masa. Perubahan yang cepat ini mempengaruhi cara berpikir, norma sosial, dan nilai-nilai sosial yang dianut remaja terutama di negara berkembang. Remaja muda (usia 10-14 tahun) mengalami masa transisi dramatis karena tumbuh dan kembang mereka terutama perkembangan kognitif, sosial, dan seksual. Perubahan fisik dan perubahan ekspektasi sosial memberikan tekanan pada remaja karena perubahan tanggung jawab dan peran remaja di lingkungan. Selain itu, terdapat perkembangan kemampuan kognitif dalam berpikir abstraks sehingga remaja mulai memikirkan masa depan mereka.

Selama 20 tahun terakhir, terdapat ketertarikan yang muncul pada perkembangan dan kesehatan remaja, tetapi focus primer penelitian-penelitian tersebut adalah pada remaja berusia 15-24 tahun. Global Early Adolescent Study (GEAS) berusaha untuk mengisi kekosongan pemahaman mengenai remaja usia muda (10-14 tahun) dan mengikuti perkembangan mereka sampai dewasa. GEAS memiliki tujuan untuk mengeksplorasi perkembangan norma sosial yang tidak setara dan konsekuensinya pada anak laki-laki dan perempuan terutama yang berhubungan dengan kesehatan seksual dan reproduksi, kesehatan mental, retensi dan penyelesaian sekolah, dan kekerasan berbasis gender. GEAS akan terbagi dalam 3 gelombang, gelombang pertama (baseline) untuk mengukur informasi dasar sebelum dilakukan intervensi, gelombang kedua (2021) akan mengukur dampak yang diberikan kurikulum SETARA (Semangat Dunia Remaja), dan gelombang ketiga akan melihat bagaimana pandangan remaja yang pernah mendapatkan kurikulum ini. SETARA merupakan kurikulum Pendidikan seksual dan reproduksi yang ditujukan untuk anak SMP (usia 12-14 tahun) di Indonesia.

Tujuan pada laporan ini adalah untuk memberikan gambaran data baseline sesuai karakteristik sosioekonomi sampel pada penelitian GEAS di Indonesia, mengeksplorasi norma gender yang selama ini remaja muda Indonesia yakini, memberikan gambaran pengetahuan siswa mengenai pencegahan kehamilan, HIV, kontrasepsi, dan layanan kesehatan reproduksi sebelum dilakukan intervensi SETARA, memberikan informasi mengenai perilaku kekerasan siswa (seperti perundungan, mengejek), hubungan romantic, dan akses pada layanan kesehatan reproduksi, dan memberikan gambaran kesehatan remaja secara umum yang dapat digunakan stakeholders untuk dapat membuat intervensi kesehatan bagi remaja.

Penelitian GEAS gelombang pertama ini menggunakan 2 kuesioner dalam pengumpulan datanya. Kuesioner pertama diberikan kepada orang tua dan kuesioner kedua diberikan kepada remaja. Kuesioner ini dibagikan kepada 18 sekolah dengan total murid 4,684 siswa yang tersebar di 3 kota yaitu Bandar Lampung, Semarang, dan Denpasar. Penelitian ini merupakan kolaborasi dengan beberapa instansi penelitian yaitu Rutgers WPF, Pusat Kespro UGM, dan PKBI dengan dukungan dari Johns Hopkins (JHU) Bloomberg School of Public Health, The Karolinska Institute, dan World Health Organization (WHO).

GEAS BASELINE 2019 Read More »

E4A National Report

Sexual Intercourse Among Early Adolescents in Semarang, Central Java, Indonesia: Survey Using RDS

E4A National Report

Explore4Action merupakan suatu program penelitian dan advokasi perintis yang mengkaji pengalaman sosialisasi gender dan perkembangan seksualitas anak muda berusia 12–24 tahun di Indonesia, serta bagaimana hal ini dipengaruhi oleh program Pendidikan Kesehatan Reproduksi komprehensif (Comprehensive Sexuality Education, CSE) bernama SETARA. Explore4Action bertujuan mengumpulkan bukti pendukung bagi implementasi dan penyebarluasan CSE serta strategi tepat-usia demi memperbaiki kualitas kesehatan seksual dan reproduksi remaja (Adolescent Sexual and Reproductive Health, ASRH) di Indonesia. Explore 4 Action terinspirasi oleh badan studi ilmiahyang menekankan bahwa mencapai kesetaraan gender merupakan elemen yang amat krusial demi bertambah baiknya kondisi kesehatan reproduksi dan seksual, serta majunya suatu negara; dimana periode remaja awal (10-14 tahun) merupakan jendela peluang untuk membangun norma serta perilaku yang lebih setara gender.

Advokasi Explore4Action memiliki basis data dari tiga jalur penelitian: (i) kajian longitudinal Global Early Adolescent Study (GEAS) di Indonesia, yang mengidentifikasi faktor-faktor pendorong perkembangan dan perilaku (seksual) yang sehat; (ii) Youth Voices Research yang bersifat kualitatif dan partisipatif; serta (iii) penelitian implementasi yang mengumpulkan bukti tentang apa saja yang dibutuhkan demi keberhasilan implementasi CSE di Indonesia. Laporan ini menyajikan serangkaian hasil utama dari temuan dasar GEAS pada tahun 2018, serta dari dua tahap pelaksanaan Youth Voices Research.

Hasil yang didapat menunjukkan bahwa pada usia 12-13 tahun, remaja yang masih sangat muda telah menghadapi berbagai kekhawatiran yang signifikan di area kesehatan dan kesejahteraan. Remaja terpapar kadar agresi yang tinggi baik dari teman sebaya maupun dari orang dewasa, dan hal ini tampaknya memengaruhi kesehatan mental serta rasa keberhargaan diri mereka.

Remaja – khususnya perempuan – mempunyai pengetahuan yang rendah tentang kesehatan seksual dan reproduksi serta menunjukkan skor yang tinggi tentang rasa tidak nyaman mengenai perkembangan tubuh; mereka juga cemas dan merasa bersalah terhadap mulai munculnya perasaan seksual. Komunikasi antar orang tua-anak pada topik kesehatan reproduksi terbatas, dan orang tua merasa kurang mampu untuk membicarakan topik ini di rumah. Remaja yang berusia sedikit lebih tua menjelaskan bahwa membicarakan seksualitas ialah hal yang tabu, yang berarti mereka telanjur tidak mempunyai kemampuan untuk mengenali pelecehan seksual yang terjadi di masa kecil mereka, tidak mempunyai bahasa untuk menceritakan apa yang sedang terjadi pada diri mereka, serta tidak tahu harus meminta bantuan siapa/ke mana. Temuan-temuan ini menunjukkan bahwa urusan tabu tentang seksualitas sama sekali tidak bermanfaat untuk melindungi kaum muda dari ‘hal-hal yang buruk’. Sebaliknya, ini justru membahayakan mereka.

Temuan-temuan ini juga menunjukkan bahwa pada masa remaja awal, laki-laki dan perempuan sudah memiliki sejumlah sikap yang tidak setara-gender dalam hal relasi, sifat, dan peran gender. Sikap stereotip terhadap gender ini umum terlihat baik pada laki-laki maupun perempuan, tetapi laki-laki lebih berpotensi mendorong perilaku mengejek sebagai ganjaran terhadap perilaku yang mereka anggap tidak sesuai gender.

Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun anak laki-laki maupun perempuan keduanya menghadapi berbagai pengalaman kesulitan dalam masa bertumbuh besar di Indonesia, anak laki-laki tampaknya mengalami lebih banyak kerugian emosional daripada anak perempuan. Anak laki-laki menunjukkan skor yang lebih tinggi secara signifikan pada gejala-gejala depresi serta lebih rendah pada kebebasan untuk mengambil keputusan serta kebebasan untuk bersuara; mereka pun lebih mungkin pernah mengalami kekerasan dibandingkan anak perempuan. Semua hasil ini tampaknya terkait dengan norma stereotip gender yang berlaku, yang berekspektasi bahwa anak laki-laki harus tangguh, tidak menunjukkan perasaan, mendapatkan pekerjaan yang baik, dan mencari nafkah untuk keluarga di masa depan.

Yang terakhir, GEAS menunjukkan bahwa baik anak laki-laki maupun perempuan memiliki keinginan untuk menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi (terutama anak perempuan) dan untuk menunda menikah sampai paling sedikit usia 21- 25 tahun (50%) atau lebih (45%). Dua pertiga ingin menunda memiliki anak sampai paling sedikit usia 25 tahun, serta tiga perempat ingin memiliki anak dua orang saja atau kurang dari itu. Anak perempuan menunjukkan skor yang lebih tinggi daripada anak laki-laki dalam hal bersuara, mengambil keputusan, dan “perencanaan”. Namun, keinginan dan cita-cita ini berbeda dari realitas. Orang tua memang melaporkan ekspektasi yang sama dalam hal pendidikan bagi putra-putri mereka, tetapi jumlah anak laki-laki yang melaporkan bahwa mereka berekspektasi tamat SMU dan melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan jauh lebih rendah daripada anak perempuan, serta baik pendapat anak laki-laki maupun anak perempuan kurang berpengaruh terhadap kapan dan dengan siapa mereka akan menikah. Ketidaksesuaian antara cita-cita dan realitas ini lahir dari norma gender yang kuat. Anak laki-laki melaporkan mereka sering merasa ditekan untuk berhenti bersekolah lebih awal demi mulai mencari nafkah sebagai tulang punggung keluarga. Pendidikan anak perempuan, di sisi lain, dipandang penting untuk menarik perhatian calon suami yang lebih baik dan untuk mendidik anak, lebih daripada untuk tujuan mendapat pekerjaan. Melalui temuan-temuan ini, kami melihat bagaimana norma gender yang merugikan telah membatasi pencapaian cita-cita kaum muda.

E4A National Report Read More »

Laporan lengkap indicator PMA 2020

Sexual Intercourse Among Early Adolescents in Semarang, Central Java, Indonesia: Survey Using RDS

Laporan Penelitian: Studi Kualitatif Kesehatan Reproduksi Remaja di Indonesia

Jumlah remaja Indonesia hasil sensus penduduk tahun 2010 adalah 64 juta jiwa (27,6%) yang berarti satu dari empat penduduk Indonesia adalah remaja, maka risiko kesehatan pada penduduk kelompok umur ini akan sangat memengaruhi kesehatan populasi di masa depan. Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan bahwa 8,3% remaja laki-laki dan 1% remaja perempuan telah melakukan hubungan seksual pranikah (BPS, 2013). Jadi apabila dari 43,9 juta jiwa usia remaja pada tahun 2017 terdapat 10% dari mereka telah menyatakan dirinya aktif secara seksual, maka ada 2,1 juta (laki-laki 1,6 juta dan perempuan 215.000 orang) remaja yang menghadapi berbagai risiko kesehatan reproduksi. Akan tetapi, saat ini belum banyak studi berskala nasional di Indonesia yang memberikan gambaran status kesehatan remaja khususnya yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi, seksualitas dan kehamilan dari sudut pandang remaja itu sendiri, orang tua dan pemangku kepentingan. Untuk mengisi kesenjangan informasi tersebut, studi kualitatif ini dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam kepada lebih dari 200 pemangku kepentingan/stakeholder, wawancara dengan teknik vignette (cerita kasus) kepada 144 remaja laki-laki dan perempuan usia 10-14 tahun dan wawancara mendalam kepada orang tuanya sejumlah 144 pasang, serta FGD pada 288 remaja laki-laki dan perempuan usia 15-19 tahun.

Kebutuhan akan informasi kesehatan reproduksi yang berkualitas, mudah diakses dan bebas prasangka serta stigma disampaikan oleh sebagian besar remaja. Pada kelompok remaja usia 10-14 tahun ditemukan kesenjangan antara harapan sumber informasi yang diinginkan remaja dan sumber informasi yang orang tua mereka pikirkan. Ketika remaja 10-14 tahun ingin menerima informasi dari orang tua, orang tua justru beranggapan anak mereka sudah cukup mendapatkan informasi tersebut dari sekolah dan internet. Stigma dan tabu yang melekat pada isu-isu berkaitan dengan kesehatan reproduksi masih banyak ditemukan di Indonesia. Bagi remaja 15-19 tahun kondisi ini menyebabkan akses informasi lewat internet atau teman sebaya lebih disukai. Hal ini juga yang menyebabkan orang tua dan penyedia layanan tidak mampu melaksanakan fungsinya yang berkaitan dengan pendidikan kesehatan reproduksi secara maksimal.

Usia menikah yang ideal tidak berbeda menurut pandangan semua remaja yaitu: perempuan berada pada rentang 20-25 tahun, sedangkan laki-laki 25-30 tahun. Perbedaan usia ini sebagian besar dipengaruhi oleh pandangan mengenai peran gender seperti bahwa laki-laki sebagai pemimpin keluarga harus mempunyai pendidikan yang lebih tinggi, memiliki pekerjaan, dan matang secara psikologis. Berkaitan dengan usia hamil bagi perempuan dan laki-laki menjadi ayah, mayoritas remaja menyebut usia 20-30 tahun adalah yang ideal, dan 25 tahun yang paling banyak disebut. Pilihan usia untuk menikah dan memiliki anak kurang lebih berada pada rentang umur yang sama dipengaruhi oleh pandangan budaya di masyarakat bahwa pasangan yang sudah menikah dituntut untuk memiliki anak sesegera mungkin.

Respon terhadap Kehamilan TIdak Diinginkan (KTD) menurut sebagian besar remaja, orang tua dan pemangku kepentingan adalah dinikahkan. Sebagian remaja menyatakan lebih baik melarikan diri/pergi dari rumah atau menggugurkan kandungannya/kandungan pacarnya dengan cara-cara non-medis sesuai pengetahuan mereka menurut cerita dari teman-teman sebayanya. Respon lain terkait KTD yang ditemukan di wilayah Sumatera Barat, Kalimantan Barat, NTT dan Papua adalah aturan adat dalam bentuk pembayaran denda oleh laki-laki yang menghamili, meskipun tanpa harus menikahi. Besaran denda ditentukan oleh pihak perempuan berupa uang dan perhiasan yang dianggap berharga bagi suku/masyarakatnya.

Koordinasi serta kerjasama antar-pemangku kepentingan dan pelaksana program masih menjadi masalah yang perlu dipecahkan baik di sektor pemerintah (antar SKPD) maupun swasta yang melibatkan LSM/Ormas, tokoh masyarakat dan agama agar tidak terjadi tumpang tindih dana, program dan sasarannya. Kebutuhan akan inovasi pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual yang dikembangkan sesuai dengan kemajuan teknologi seperti penggunaan video, animasi, aplikasi online dan lain-lain yang lebih ramah dan menarik bagi remaja juga orang tuanya sangat dirasakan oleh mayoritas informan studi ini. Internalisasi dan advokasi di dalam institusi yang terkait dengan program kesehatan reproduksi masih belum berjalan efektif sehingga memengaruhi pandangan dan kepedulian stakeholder pemerintah dalam memastikan payung hukum serta dalam menjalankan pogram kesehatan reproduksi seksual remaja.

Laporan lengkap indicator PMA 2020 Read More »

Laporan Penelitian: Studi Kualitatif Kesehatan Reproduksi Remaja di Indonesia

Sexual Intercourse Among Early Adolescents in Semarang, Central Java, Indonesia: Survey Using RDS

Laporan Penelitian: Studi Kualitatif Kesehatan Reproduksi Remaja di Indonesia

Jumlah remaja Indonesia hasil sensus penduduk tahun 2010 adalah 64 juta jiwa (27,6%) yang berarti satu dari empat penduduk Indonesia adalah remaja, maka risiko kesehatan pada penduduk kelompok umur ini akan sangat memengaruhi kesehatan populasi di masa depan. Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan bahwa 8,3% remaja laki-laki dan 1% remaja perempuan telah melakukan hubungan seksual pranikah (BPS, 2013). Jadi apabila dari 43,9 juta jiwa usia remaja pada tahun 2017 terdapat 10% dari mereka telah menyatakan dirinya aktif secara seksual, maka ada 2,1 juta (laki-laki 1,6 juta dan perempuan 215.000 orang) remaja yang menghadapi berbagai risiko kesehatan reproduksi. Akan tetapi, saat ini belum banyak studi berskala nasional di Indonesia yang memberikan gambaran status kesehatan remaja khususnya yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi, seksualitas dan kehamilan dari sudut pandang remaja itu sendiri, orang tua dan pemangku kepentingan. Untuk mengisi kesenjangan informasi tersebut, studi kualitatif ini dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam kepada lebih dari 200 pemangku kepentingan/stakeholder, wawancara dengan teknik vignette (cerita kasus) kepada 144 remaja laki-laki dan perempuan usia 10-14 tahun dan wawancara mendalam kepada orang tuanya sejumlah 144 pasang, serta FGD pada 288 remaja laki-laki dan perempuan usia 15-19 tahun.

Kebutuhan akan informasi kesehatan reproduksi yang berkualitas, mudah diakses dan bebas prasangka serta stigma disampaikan oleh sebagian besar remaja. Pada kelompok remaja usia 10-14 tahun ditemukan kesenjangan antara harapan sumber informasi yang diinginkan remaja dan sumber informasi yang orang tua mereka pikirkan. Ketika remaja 10-14 tahun ingin menerima informasi dari orang tua, orang tua justru beranggapan anak mereka sudah cukup mendapatkan informasi tersebut dari sekolah dan internet. Stigma dan tabu yang melekat pada isu-isu berkaitan dengan kesehatan reproduksi masih banyak ditemukan di Indonesia. Bagi remaja 15-19 tahun kondisi ini menyebabkan akses informasi lewat internet atau teman sebaya lebih disukai. Hal ini juga yang menyebabkan orang tua dan penyedia layanan tidak mampu melaksanakan fungsinya yang berkaitan dengan pendidikan kesehatan reproduksi secara maksimal.

Usia menikah yang ideal tidak berbeda menurut pandangan semua remaja yaitu: perempuan berada pada rentang 20-25 tahun, sedangkan laki-laki 25-30 tahun. Perbedaan usia ini sebagian besar dipengaruhi oleh pandangan mengenai peran gender seperti bahwa laki-laki sebagai pemimpin keluarga harus mempunyai pendidikan yang lebih tinggi, memiliki pekerjaan, dan matang secara psikologis. Berkaitan dengan usia hamil bagi perempuan dan laki-laki menjadi ayah, mayoritas remaja menyebut usia 20-30 tahun adalah yang ideal, dan 25 tahun yang paling banyak disebut. Pilihan usia untuk menikah dan memiliki anak kurang lebih berada pada rentang umur yang sama dipengaruhi oleh pandangan budaya di masyarakat bahwa pasangan yang sudah menikah dituntut untuk memiliki anak sesegera mungkin.

Respon terhadap Kehamilan TIdak Diinginkan (KTD) menurut sebagian besar remaja, orang tua dan pemangku kepentingan adalah dinikahkan. Sebagian remaja menyatakan lebih baik melarikan diri/pergi dari rumah atau menggugurkan kandungannya/kandungan pacarnya dengan cara-cara non-medis sesuai pengetahuan mereka menurut cerita dari teman-teman sebayanya. Respon lain terkait KTD yang ditemukan di wilayah Sumatera Barat, Kalimantan Barat, NTT dan Papua adalah aturan adat dalam bentuk pembayaran denda oleh laki-laki yang menghamili, meskipun tanpa harus menikahi. Besaran denda ditentukan oleh pihak perempuan berupa uang dan perhiasan yang dianggap berharga bagi suku/masyarakatnya.

Koordinasi serta kerjasama antar-pemangku kepentingan dan pelaksana program masih menjadi masalah yang perlu dipecahkan baik di sektor pemerintah (antar SKPD) maupun swasta yang melibatkan LSM/Ormas, tokoh masyarakat dan agama agar tidak terjadi tumpang tindih dana, program dan sasarannya. Kebutuhan akan inovasi pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual yang dikembangkan sesuai dengan kemajuan teknologi seperti penggunaan video, animasi, aplikasi online dan lain-lain yang lebih ramah dan menarik bagi remaja juga orang tuanya sangat dirasakan oleh mayoritas informan studi ini. Internalisasi dan advokasi di dalam institusi yang terkait dengan program kesehatan reproduksi masih belum berjalan efektif sehingga memengaruhi pandangan dan kepedulian stakeholder pemerintah dalam memastikan payung hukum serta dalam menjalankan pogram kesehatan reproduksi seksual remaja.

Laporan Penelitian: Studi Kualitatif Kesehatan Reproduksi Remaja di Indonesia Read More »

The State of The World’s Children 2021

Sexual Intercourse Among Early Adolescents in Semarang, Central Java, Indonesia: Survey Using RDS

The State of The World’s Children 2021

Pandemi COVID-19 telah menaikan kesadaran mengenai kesehatan mental generasi muda. Namun, pandemi ini hanya merepresentasikan ujung dari “gunung es masalah kesehatan mental” – gunung es yang selama ini kita abaikan terlalu lama. The State of the World’s Children 2021 memeriksa kesehatan mental anak, remaja, dan orang tua/wali. Laporan ini terfokus pada faktor risiko dan protektor pada saat-saat kritis dalam perjalanan hidup dan menyelidiki determinan sosial yang membentuk kesehatan mental dan kesejahteraan. Dibutuhkan komitmen, komunikasi, dan aksi sebagai bagian dari pendekatan komprehensif untuk mempromosikan kesehatan mental yang baik untuk setiap anak, melindungi anak-anak yang rentan, dan memperhatikan anak-anak yang menghadapi masalah besar.

The State of The World’s Children 2021 Read More »

Petunjuk Penggunaan Stata

Sexual Intercourse Among Early Adolescents in Semarang, Central Java, Indonesia: Survey Using RDS
Petunjuk Penggunaan Stata

Siswanto Agus Wilopo

Petunjuk Penggunaan Stata Siswanto

Buku ini adalah pengantar penggunaan perangkat lunak Stata untuk versi 16. Versi Stata secara berkala diperbarui dengan menambahkan kemampuan membuat program dan analisis statistik yang baru. Pengguna Stata di bidang ilmu kedokteran dan kesehatan masyarakat semakin meluas bahkan boleh dikatakan menjadi standar baru dalam analisis data kesehatan. Selain untuk keperluan analisis statistik, Stata versi 16 mempunyai kemampuan untuk membaca bahasa markup (markdown) yang dapat ditulis pada editor Stata (do Editor). Dengan fasilitas tambahan ini, menulis naskah dapat mengintegrasikan secara langsung dari teks ke analisa statistik oleh Stata. Buku ini dibuat menggunakan kemampuan tambahan tersebut.

Buku pengantar penggunaan Stata ini ditulis untuk mahasiswa dan para peneliti, termasuk dosen yang akan menganalisis data kesehatan. Karena berupa pengantar maka tidak mencakup berbagai teknik statisik pada tingkat lanjut. Namun demikian melalui buku pengantar ini diharapkan sudah cukup membantu dalam mengikuti kuliah-kuliah biostatistik yang kami berikan di program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat. Dari pengalaman kami mengajar biostistik lebih dari 20 tahun ini, membaca buku ini adalah suatu keharusan agar belajar dan penerapan biostistik dalam bidang kedokteran dan kesehatan masyarakat dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Program Stata kami pilih karena program ini memiliki kegunaan yang lebih luas di bidang kedokteran dan kesehatan masyarakat. Buku petunjuk (manual) lengkapnya juga tersedia dalam file pdf yang mencakup 31 volume dan terdiri lebih dari 15.000 halaman. Buku petujuk tersebut dapat diakses dari program Stata. Beberapa contoh perintah (command) untuk data prossing, transformasi dan analysis yang sederhana dapat di unduh di http://chnrl.net/lampiran.do. Semoga buku pengantar ini bermanfaat.

Referensi

Petunjuk Penggunaan Stata Read More »

Sampling dan Estimasi Besar Sampel: Aplikasi di Bidang Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat

Sexual Intercourse Among Early Adolescents in Semarang, Central Java, Indonesia: Survey Using RDS
Buku Sampling dan Estimasi Besar Sampel: Aplikasi di Bidang Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat

Siswanto Agus Wilopo

Sampling dan Estimasi Besar Sampel: Aplikasi di Bidang Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat

Buku ini merupakan panduan cara mengambil sampel dan mengestimasi besar sampel yang dibutuhkan dalam penelitian kedokteran dan kesehatan masyarakat. Tulisan ini ditujukan kepada peneliti, dosen dan mahasiswa yang akan melakukan penelitian kuantitatif di bidangnya. Panduan ini akan membantu mereka agar penelitian yang dilakukan memenuhi kaidah lmiah secara universal. Hasil penelitian akan tidak bermanfaat apabila pada akhirnya besar sampel tidak mencukupi. Setiap penelitian yang tidak bisa menolak hipotesis nol seringkali akibat sampel yang kurang mencukupi. Oleh karena itu dari awal penelitian harus benar-benar secara cermat diperkirakan besar sampel minimal yang dibutuhkan. Tentu saja semua estimasi berdasarkan informasi dari parameter yang sudah tersedia dan keputusan peneliti dengan mempertimbangkan rancangan penelitian dan sumberdana yang tersedia. Telah banyak artikel dan buku yang membahas cara pengambilan sampel. Demikian juga cara-cara menghitung besar sampel yang dibutuhkan. Namun demikian ada beberapa alasan mengapa buku ini berbeda dengan publikasi yang ada. Pertama, pembahasan pengambilan sampel (sampling) biasanya dibahas secara spesifik untuk kepentingan survei. Jarang buku-buku berbahasa Indonesia membahas pengambilan sampel untuk bidak kedokteran dan kesehatan masyarakat selain survei, misalnya sampel untuk rancangan kasus-kontrol dan randomized control trial. Kedua, uraian perkiraan besar sampel biasanya terpisah dengan cara pengambilan sampel. Buku ini membahas kedua hal tersebut bersama-sama. Ketiga, karena terlalu banyak cara-cara perhitungan besar sampel selama ini, pembaca seringkali menjadi kebingungan dalam menerapkan pada penelitiannya. Buku ini memilih beberapa contoh umum perhitungan besar sampel yang telah banyak digunakan dalam penelitian kedokteran dan kesehatan masyarakat. Keempat, buku ini menjelaskan dengan contoh-contoh nyata yang relevan dengan bidang kedokteran dan kesehatan masyarakat. Kelima, agar peneliti dapat melakukan estimasi dengan mudah serta memahami langkah-langkah perhitungan secara benar, pada lampiran buku ini diberikan perintah komputasi menggunakan program R yang tidak berbayar dan mudah di adaptasi ke perangkat lunak yang lain.

Referensi

Sampling dan Estimasi Besar Sampel: Aplikasi di Bidang Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat Read More »

Keluarga Berencana: Buku Pedoman Global Untuk Penyedia Layanan

Sexual Intercourse Among Early Adolescents in Semarang, Central Java, Indonesia: Survey Using RDS

Buku Keluarga Berencana: Buku Pedoman Global Untuk Penyedia Layanan

Direktorat Kesehatan Keluarga, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), Pusat Kesehatan Reproduksi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM (Pusat Kespro-FKKMK UGM), United Nations Population Fund (UNFPA) Indonesia, dan Badan Kependudukan Keluarga Berencana nasional (BKKBN), Jakarta – Indonesia, 2019

Keluarga Berencana: Buku Pedoman Global Untuk Penyedia Layanan

  • BUKU


Unduh

Kesehatan Reproduksi menjadi salah satu faktor penentu tercapainya kesehatan dan kesejateraan keluarga dan penduduk. Untuk mencapai hal tersebut, pelayanan KB yang berkualitas dan berbasis pada hak-hak reproduksi setiap orang menjadi salah satu kegiatan utama. Berapapun jumlah penduduk yang dapat dilayani oleh program KB, apabila kualitasnya rendah maka hasilnya tidak akan maksimal. Salah satu cara memecahkan masalah tersebut ialah menyediakan informasi secara lengkap, akurat, terkini dan berbasis bukti Ilmiah dalam menjalankan pelayanan KB.

Buku Pegangan Global Keluarga Berencana (Global Handbook of Family Planning) edisi 2018 telah terbit dan menjadi menjadi salah satu bahan bacaan wajib bagi petugas pelayanan KB yang berlaku secara global. Edisi 2018 merupakan perbaharuan dari Edisi 2014 yang telah kami terjemakan sebelumnya kedalam Bahasa Indonesia. Edisi 2018 dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan seperti halnya edisi sebelumnya.

Buku ini berisi pedoman pelayanan Keluarga Berencana bagi penyedia pelayanan KB yang dapat digunakan di seluruh dunia. Pengunaan buku ini didukung oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Indonesia. Buku pegangan ini dirancang untuk dapat digunakan pada berbagai macam situasi yang ditulis berlandaskan pengetahuan dan berbasis bukti terkini. Diharapkan penyedia pelayanan KB di Indonesia akan menggunakan buku pegangan ini sehingga menjadi lebih terampil dan meyakinkan dalam melayani klien mereka.

Buku edisi 2018 ini mencakup beberapa hal baru yang ditambahkan dari edisi 2014 sebelumnya. Misalnya rekomendasi terbaru bagi wanita menyusui yang dapat menggunakan implan atau pil progestin kapan saja setelah melahirkan. Selain itu, cakupan-cakupan baru meliputi hak-hak asasi penyedia KB, peran pasangan dalam membantu penggunaan KB, adanya suntik KB yang dapat dipakai oleh wanita itu sendiri, penggunaan KB bagi penderita HIV, cincin vagina progesteron, dan pengguna KB dengan disabilitas.

Perluasan atau cakupan-cakupan baru tersebut memungkinkan untuk lebih terjangkaunya pelayanan KB ke seluruh masyarakat. Dengan demikian, pelayanan KB merupakan layanan yang dapat dijangkau oleh seluruh wanita dalam kondisi apapun. Penggunaan kontrasepsi darurat juga lebih ditekankan di buku ini sehingga bagi wanita-wanita yang menginginkan penundaan kehamilan dalam kondisi emergensi dapat mengacu buku ini.

Buku ini jauh lebih lengkap daripada edisi sebelumnya, sehingga diharapkan akan membawa banyak perubahan menuju pelayanan KB yang berkualitas di Indonesia.

Referensi

Keluarga Berencana: Buku Pedoman Global Untuk Penyedia Layanan Read More »

Handbook of Indicators For Family Planning Program Evaluation – USAID, 1994

Sexual Intercourse Among Early Adolescents in Semarang, Central Java, Indonesia: Survey Using RDS
BUKU PEGANGAN INDIKATOR UNTUK EVALUASI PROGRAM KELUARGA BERENCANA

Siswanto Agus Wilopo, Rosalia Kurniawati Harisaputra, Anggriyani Wahyu Pinandari, Althaf Setyawan, Yufan Putri

Handbook of Indicators For Family Planning Program Evaluation - USAID 1994

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia
Buku Pegangan Indikator Untuk Evaluasi Program Keluarga Berencana
Pusat Kesehatan Reproduksi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM (Pusat Kespro-FKKMK UGM), Yogyakarta – Indonesia, 2020

Lebih banyak kegiatan evaluasi program di bidang KB (KB) dibandingkan dengan evaluasi tentang intervensi kesehatan masyarakat, atau intervensi sosial lainnya. Upaya penyusunan buku pegangan ini merupakan hasil dari berbagai komitmen yang berkesinambungan antara pemerintah, Mitra kerja internasional, dan peneliti selama beberapa dekade untuk memahami dan menjelaskan mekanisme penggunaan metode kontrasepsi, yang akhirnya berujung pada penurunan tingkat fertilitas. Akhir-akhir ini, perhatian pada kontribusi program KB pada kesehatan ibu dan anak meningkat. Demikian juga tentang pentingnya KB sebagai bagian dari upaya pemenuhan hak-hak asasi manusia telah mendorong penilaian efektivitas program KB yang lebih luas sasarannya.

Banyak hasil kerja evaluasi program KB periode 1960 dan 1970 yang terfokus pada hasil pokok program, yaitu penggunaan kontrasepsi untuk menurunkan tingkat fertilitas di populasi. Namun seiring dengan perkembangan program, berbagai perhatian difokuskan pula pada komponen lain yang merupakan unsur-unsur program dan kinerja dari fungsi di bidang ini. Setelah bekerja beberapa dekade dan mendalami di bidang ini secara luas, maka telah dihasilkan berbagai indikator alternatif untuk menilai kinerja dan dampak dari program KB. Indikator-indikator dapat ditemukan pada berbagai literatur mengenai evaluasi program KB. Konsep-konsep pokok dan berbagai definisi telah dirangkum dalam publikasi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada metodologi evaluasi program KB (PBB, 1986).

Kendati telah banyak pengalaman dan dokumentasi yang luas mengenai evaluasi program KB, terdapat dua kekurangan utama mengenai indikator dalam ruang lingkup ini. Pertama, definisi dari indikator yang digunakan untuk mengevaluasi program KB kurang konsisten. Kedua, berbagai indikator yang tersedia dalam literatur belum pernah dikompilasi menjadi satu sumber yang mudah diakses oleh pembaca dengan mudah. Buku pegangan ini dirancang untuk mengatasi dua kekurangan ini.

Referensi

Handbook of Indicators For Family Planning Program Evaluation – USAID, 1994 Read More »

Sexual Intercourse Among Early Adolescents in Semarang, Central Java, Indonesia: Survey Using RDS

Sexual Intercourse Among Early Adolescents in Semarang, Central Java, Indonesia: Survey Using RDS
Sexual Intercourse Among Early Adolescents in Semarang, Central Java, Indonesia: Survey Using RDS

Grhasta Dian Perestroika, MKes, SST , Yayi Suryo Prabandari, PhD, MSc, and Siswanto Agus Wilopo, ScD, MSc

Sexual Intercourse Among Early Adolescents in Semarang, Central Java, Indonesia: Survey Using RDS

As many as 11.9% of teenagers in the world aged 12 to 15 years have had sexual intercourse. National studies in Indonesia revealed that the prevalence of sexual intercourse among unmarried adolescents aged 15 to 24 years is 7.6% for males and 1.5% for females. However, religiously and culturally, sex before marriage is prohibited in Indonesia. Young couples can experience ostracism and social discrimination in society, and even worse if pre- marital sex leads to teenage pregnancy, they may drop out from school. From a total of 180 eligible Early Adults Who Are Prone To Sexual Intercourse (EAWAPTSI) that were recruited by RDS method, we found that almost half of the participants had sexual intercourse before (48.3%) and two third of them are male (32.2%). Almost all of the EA that ever experienced sexual intercourse had never (26.1%) or rarely (16.7%) discussion about sexuality with their parents. We can conclude that there are several EA who have already been involved in sexual intercourse. Therefore, comprehensive education on healthy sexual behavior should be started early.

Sexual Intercourse Among Early Adolescents in Semarang, Central Java, Indonesia: Survey Using RDS Read More »