Center for Reproductive Health

UPDATES ON: I-NAMHS

Share This Story

Diseminasi Hasil I-NAMHS kepada Direktorat Kesehatan Jiwa, Kementrian Kesehatan Indonesia

Tim peneliti I-NAMHS (Indonesia- National Adolescent Mental Health Survey) UGM yang diwakili Prof. dr. Siswanto Agus Wilopo, SU, M.SC, Sc.D dan dr. Amirah Wahdi, MSPH pada hari Jumat, 10 Juni 2022 melakukan pelaporan hasil temuan survei mengenai kesehatan mental remaja kepada Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementrian Kesehatan yang diwakili oleh, Direktur Kesehatan Jiwa, drg. Vensya Sihotang, M.Epid dan, Kasubdit Kesehatan Jiwa, dr. Eduwar Riyadi, Sp.KJ.

Sekitar satu dari empat populasi Indonesia dikelompokkan sebagai remaja dan dewasa muda. Dalam mencapai SDG 3.4 dan 3.5 yaitu mengurangi hingga sepertiga angka kematian dini akibat penyakit tidak menular dan memperkuat pencegahan dan pengobatan penyalahgunaan zat, maka pemerintah perlu mengambil langkah yang tegas dalam memperbaiki kesehatan mental remaja. Nyatanya, ditemukan adanya kekosongan data mengenai kesehatan mental remaja Indonesia, khususnya remaja muda berusia 10-14 tahun. Tim peneliti berusaha untuk mewujudkan survei nasional yang dapat menggambarkan prevalensi gangguan kejiwaan pada remaja (usia 10-17 tahun) yang representatif secara nasional, menentukan faktor resiko dan pelindung yang berhubungan dengan gangguan kejiwaan pada remaja, serta menetapkan pola penggunaan layanan pada remaja termasuk pemanfaatan, halangan, serta kebutuhan yang diperlukan.

Pada Oktober 2018, dengan menggandeng Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health sebagai partner utama dan University of Queensland sebagai sponsor, penelitian I-NAMHS dimulai. Tim I-NAMHS UGM bekerja sama dengan Universitas Sumatera Utara (USU) dan Universitas Hasanudin (Unhas) yang ikut bertanggung jawab mengambil data remaja di bagian Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Meskipun sempat terkendala pandemi Covid-19 pada 2020, I-NAMHS berhasil mewawancarai 5,664 remaja berusia 10-17 tahun dari 188 area enumerasi di seluruh Indonesia.

Berdasarkan survei nasional ini, ditemukan sekitar 5,46% remaja Indonesia berusia 10-17 tahun terdiagnosa dengan gangguan kejiwaan. Kecemasan adalah diagnosis paling umum di antara remaja, diikuti oleh depresi. Di antara remaja dengan gangguan kejiwaan apapun, diagnosis tersebut mempengaruhi interaksi mereka dengan keluarga, sebaya, dan sekolah. Namun, hanya sebagian kecil dari remaja (1,97%) yang menggunakan layanan untuk kebutuhan kesehatan jiwa mereka. Survei ini juga mencari tahu bagaimana dampak Covid-19 pada kesehatan mental remaja. Diketahui bahwa, satu per tiga remaja merasa lebih cemas atau stress, sedih atau lebih depresi, lebih kesepian atau terisolasi, memiliki lebih banyak masalah konsentrasi atau gabungan dari kondisi tersebut akibat pandemic Covid-19.

Peneliti dari I-NAMHS mengharapkan hasil dari survei ini dapat menjadi dasar bagi Kementrian Kesehatan dalam merumuskan kebijakan dan program yang mendukung layanan kesehatan mental yang menyeluruh pada remaja. Khususnya layanan kesehatan dan tenaga kesehatan yang lebih peka dalam melihat resiko dan gejala gangguan kejiwaan pada remaja, sehingga dapat mencegah kejadian remaja terdiagnosis gangguan kejiwaan. Dukungan yang diberikan juga tidak hanya berfokus pada remaja, tetapi juga pada keluarga dan sekolah. Selanjutnya, pihak Direktorat Kesehatan Jiwa di bawah Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat akan bekerjasama dengan tim I-NAMHS dalam melaksanakan pertemuan dengan pemangku kepentingan, diseminasi hasil survei pada tingkat nasional, kota/kabupaten, dan melaksanakan workshop dengan kementrian dan institusi terkait agar masalah kesehatan mental remaja dapat ditangani secara komprehensif.